BMRPost.id. Politik – Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PDIP, menyatakan bahwa ia mengenal Harun Masiku. Pernyataan ini muncul saat pemeriksaan terhadap terdakwa di persidangan, ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Budhi Sarumpaet, mengajukan pertanyaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2025).
“Apakah saudara terdakwa mengenal seseorang yang bernama Harun Masiku?” tanya Jaksa Budhi.
“Izin, Yang Mulia, saya mengenal Harun Masiku ketika proses pencalegan pada tahun 2019. Yang bersangkutan datang menemui saya kemudian membawa biodata dan kemudian menyatakan niatnya untuk mendaftarkan sebagai calon anggota legislatif,” jawab Hasto.
Hasto menyatakan bahwa dalam pertemuannya, Harun membawa sejumlah berkas persyaratan dan menyelesaikan formulir pendaftaran sebagai calon anggota legislatif di kantor sekretariat PDIP.
“Karena menjadi calon anggota legislatif bersifat terbuka, maka kemudian yang bersangkutan (Harun) saya minta untuk datang ke sekretariat untuk mengisi biodata. Itu perkenalan dan pertemuan saya pertama dengan saudara Harun Masiku,” kata Hasto.
Jaksa Budhi kemudian menanyakan lokasi pertemuan, apakah diadakan di Rumah Aspirasi di Jalan Sutan Syahrir, Menteng, Jakarta Pusat—tempat yang lazim dipakai sebagai kantor Hasto—atau di Kantor DPP PDIP yang berlokasi di Jalan Diponegoro, Menteng.
“Pada saat itu, Harun Masiku mendatangi terdakwa itu di Rumah Aspirasi atau di Kantor DPP?” tanya Jaksa Budhi.
“Di kantor DPP PDIP karena hal-hal yang berkaitan dengan caleg semuanya dipusatkan di kantor DPP PDIP,” jawab Hasto.
Hasto membenarkan kepemilikan Kartu Tanda Anggota PDIP oleh Harun Masiku.
“Apakah pada saat Harun Masiku itu menemui saudara terdakwa, meminta untuk mendaftar sebagai caleg PDIP, pada saat itu Harun Masiku sudah kader PDIP atau masih belum?” tanya Jaksa.
“Saat itu yang bersangkutan menunjukkan KTA-nya, sebagai anggota PDIP. Jadi bukan sebagai kader PDIP,” ucap Hasto.
Hasto dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah direvisi oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, dan juga Pasal 65 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.Hasto didakwa memerintahkan Harun Masiku untuk membuang telepon genggamnya saat KPK melakukan penangkapan pada tahun 2020. Lebih lanjut, ia juga diduga meminta stafnya, Kusnadi, untuk membuang ponsel tersebut saat diperiksa di Gedung Merah Putih KPK pada Juni 2024. Selain itu,
Hasto juga didakwa terlibat dalam praktik suap senilai Rp600 juta kepada mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Pemberian uang ini diduga dilakukan bersama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku melalui Agustiani Tio, mantan anggota Bawaslu.
Jaksa menyatakan bahwa suap tersebut bertujuan untuk memuluskan penetapan Harun Masiku sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) untuk masa jabatan 2019–2024, dengan memanfaatkan proses pergantian antar waktu (PAW).
Tindakannya juga dianggap melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang direvisi oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) angka 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang dikombinasikan dengan Pasal 64 ayat (1) KUHP.